FAKTA INDONESIA - Logika memang akan terbalik kalau sejak awal hidupnya tidak dalam tatanan berpikir dan jaman yang sama. Kalau tinggal di...
FAKTA INDONESIA - Logika memang akan terbalik kalau sejak awal hidupnya tidak dalam tatanan berpikir dan jaman yang sama. Kalau tinggal di dunia yang peradabannya maju tetapi idealismenya masih jaman dimana transportasi pakai onta, maka tidak akan pernah bisa memiliki logika yang tepa dan sesuai dengan konteks peradabannya.
Itulah mengapa, sangat sulit meminta suku primitif untuk bisa hidup dengan peradaban seperti orang pedesaan atau perkotaan. Mereka hidup nomaden dan sangat bergantung kepada alam yang memberikan makanan kepada mereka. Nah, hal yang sama juga terjadi pada kaum onta yang meski pakai HP yang bisa WA-an dan mobil Pajero mahal, tetap saja punya logika yang tidak sesuai konteks dan tidak masuk akal.
Bagaimana tidak. Mereka ini seperti tidak sadar bahwa sedang merasa paling benar karena memakai gaya arab, padahal orang arab sendiri sudah mulai terbuka peradabannya. Parahnya, malah merasa paling benar daripada orang arab itu sendiri. Wajarlah kalau dalam berpendapat dan bertindak di Indonesia pun suka-sukanya. Lah surga saja sudah pada mereka kaplingin.
Baca juga: Setara Instititue Nilai Pembubaran Ormas Anti-Pancasila, HTI Merupakan Langkah Tepat demi NKRI
Karena itu, tidak heran kalau mereka sudah memutuskan vonis untuk Ahok, bahkan sebelum polisi menyelidiki kasus ini. Herannya, tanpa tabayyun mereka juga semena-mena memaksa MUI untuk mengeluarkan pernyataan keagamaan dan memvonis Ahok telah menista surat Al Maidah 51 yang berarti sedang menista agama Islam.
Aksi turun ke jalan pun digelorakan dengan tema besar aksi bela Islam. Begitu hebatnya pengaruh Ahok sampai-sampai 7 juta orang (menurut perhitungan GNPF MUI) demo untuk memenjarakan Ahok. Sayangnya, usaha mereka itu sepertinya akan gagal. Ahok kemungkinan besar bebas karena tuntutan jaksa tidak memberatkan Ahok.
Demi menggolkan keinginan mereka, GNPF-FPI (bukan lagi MUI karena tidak diakui MUI) akan kembali menggelar aksi massa. Kali ini karena angkanya tidak bagus dan Ahok akan divonis tanggal 9 Mei, GNPF pun terpaksa membuat aksi tidak pakai 3 angka. Mereka pun memberi judul aksinya adalah aksi simpatik 55.
Baca juga: Begini Wajah Pendukung Anies, Marisa Haque yang Doyan 'Makan' Hoax Hingga Buni Yani Marah-marah Sebut Kampungan Seorang Profesor
Menariknya, aksi ini kembali mempertontonkan logika jungkir balik dan tidak masuk akal seperti yang biasa mereka lakukan. Logika jungkir balik itu adalah menjaga independensi hakim tetapi melakukan aksi massa untuk menekan hakim memvonis Ahok dengan hukuman maksimal.
“Kawal independensi majelis hakim. Long march dan dialog dengan pimpinan Mahkamah Agung. Minta MA mengawasi majelis hakim supaya independen, minta MA memutus perkara dengan perkara penodaan agama,” kata Kapitra saat dikonfirmasi, Selasa (2/5/2017).
“Rutenya dari Istiqlal ke MA. Diperkirakan diikuti 5 juta orang. Kita aksi damai, yang nggak boleh itu aksi anarkistis, seperti kemarin bakar-bakar, itu nggak boleh,” kata Kapitra saat dihubungi, Selasa (2/5/2017).
Bagaimana bisa melakukan aksi untuk menjaga independensi hakim tetapi di saat yang bersamaan sedang melakukan tekanan massa kepada hakim dengan 5 juta orang (katanya) untuk memberikan hukuman maksimal kepada Ahok sebagai penista agama. Hal yang hanya mungkin dilakukan dengan orang yang punya logika jungkir balik atau dengan bahasa sederhananya disebut tidak waras.
Baca juga: Ditolol-tololin Netizen Karena Posting Foto Maskot Singapura, Jawaban Anak Jokowi ini Tak Terduga
Aksi mereka ini bukannya menjadi aksi simpatik, melainkan aksi memantik kondisi tidak nyaman di DKI Jakarta. Sudah terlalu sering melakukan aksi dan sudah kelewatan permintaannya. Istilahnya, dikasih hati minta jantung. Dah dibiarkan Ahok tidak jadi Gubernur dengan aksi SARA tidak karuan, masih juga minta Ahok dipenjara atas tuduhan sepihak yang disimpulkan oleh mereka sendiri.
Hukum tidak boleh kalah dengan tekanan massa dan tidak boleh kalah dengan gerombolan pemilik kebenaran mutlak. Hukum harus disesuaikan dengan fakta dan bukti yang ada. Keputusan hakim secara logika hukum harus sesuai dengan tuntutan jaksa. Jangan jadi berbeda dengan tuntutan jaksa gara-gara logika tidak waras gerombolan pengkhianat bangsa.
Baca juga: Terungkap! Bukan Karena Teror Sniper Rizieq Shihab 'Kabur' ke Arab Tapi Karena Ini, Simak Penjelasan Polisi
Saya yakin, jika sesuai dengan kaidah hukum dan proses hukum yang menjunjung keadilan dan kesamaan hukum, maka Ahok bisa dipastikan bebas. Lah hukumannya saja cuman satu tahun dengan hukuman percobaan. Itu sama saja tuntutan setengah hati. Ingin bebaskan Ahok tetapi tidak enak dengan kerumunan massa yang meminta sinetron kasus ini.
Semoga hakin tetap menjaga independensinya dan hakim menjaga kemuliaan hukum dengan membebaskan Ahok dari kasus dan persidangan yang terlalu dipaksakan dan penuh sandiwara ini.
Oleh: Palti Hutabarat, Seword.com