FAKTA INDONESIA - Fahmi Darmawansyah, Dirut PT Melati Technofo Indonesia, ditetapkan sebagai tersangka penyuap Deputi Bakamla Eko Susilo H...
FAKTA INDONESIA - Fahmi Darmawansyah, Dirut PT Melati Technofo Indonesia, ditetapkan sebagai tersangka penyuap Deputi Bakamla Eko Susilo Hadi. Fahmi, yang juga Bendahara MUI, akan terlebih dulu diklarikasi oleh MUI.
https://news.detik.com/berita/d-3378881/bendahara-jadi-tersangka-kpk-mui-kami-klarifikasi-ke-fahmi-darmawansyah
Entah apa yang menjadi alasan MUI untuk melakukan klarifikasi. Ada standar ganda yang dijalankan oleh MUI pada banyak kasus. Kasus laporan penistaan Nabi Muhammad SAW yang dilakukan Desmond J Mahesa, seorang kader Partai Gerindra yang juga anggota DPR RI hingga sekarang juga belum ada fatwa ataupun sikap keagamaan yang keluar. Dalam kasus yang menimpa Ahok, MUI bahkan terburu-buru bersikap. Gejala apakah yang menjangkiti MUI sekarang ini? Tentu sangat memprihatinkan bagi kalangan awam yang menempatkan ulama sebagai sosok tegas dan mengayomi tetapi MUI justru menunjukkan sikap kebanci-bancian. Contoh lain adalah kasus investasi bodong yaitu GTIS.
Baca juga: Terbongkar Rencana Jahat Rizieq Shihab Ceramah di Arab Saudi
Seperti yang dilansir dibawah ini :
Kasus investasi bodong PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) memasuki babak baru. Setelah Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menahan dan menetapkan Direktur GTIS Aziddin sebagai tersangka, nasabah GTIS kini mendesak kepolisian untuk menetapkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin dan Ketua MUI KH Amidhan Shaberah sebagai tersangka.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/12/090000126/Dua.Petinggi.MUI.Terseret.Investasi.Bodong.GTIS
Hingga kini tidak ada kejelasan tentang langkah hukum yang sedang atau mungkin sudah dihentikan.
Standar ganda lain yang dipertunjukkan MUI adalah apa yang dikatakan oleh Din Syamsuddin. Din Syamsuddin meminta Ahok untuk dihukum seadil-adilnya. Saya katakan pada Anda untuk berhenti berkata sesuatu yang bernada provokasi. Kasus Ahok sudah diproses secara hukum dan mengenai vonis yang dijatuhkan itu juga serahkan pada majelis hakim. Anda tak perlu bernafsu memaksakan kehendak. Saya ingatkan Anda untuk tidak mengintervensi hukum kecuali memang Din Syamsuddin ini telah kehilangan logika atau nalar sehat berpikir. Sehingga Din Syamsuddin dan orang-orang yang sealiran dengannya beranggapan bahwa hukum atau vonis untuk Ahok baru dikatakan ADIL bila sesuai dengan keinginan mereka.
Jika memang seperti itu yang diinginkan Din Syamsuddin yang juga merupakan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, lalu bagaimana nasib kasus investasi bodong GTIS? Tentu Anda tidak dapat cuci tangan begitu saja kan? MUI juga dinilai bertanggung jawab karena diduga menyimpan uang dari GTIS melalui Yayasan Dana Dakwah Pembangunan. Sebuah informasi menyatakan bahwa akta notaris pendirian GTIS juga tertulis MUI adalah salah satu pendiri GTIS lewat Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dengan kepemilikan saham sebesar 10 persen. Yayasan ini diketuai Amidhan.
Apakah Din Syamsuddin sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI tidak mengetahui kepemilikan saham itu?
Logika saya sempat tersesat untuk memahami nalar Din Syamsuddin yang mengancam akan ada pergerakan massa bila Ahok dinyatakan bebas. Karena apa? Begini, dari awal saksi yang memberatkan Ahok juga mereka sendiri yang membawa ke persidangan dan tidak ada satupun yang menjadi saksi fakta. Hampir semua berdasarkan hasil edit. Logikanya, sudah benar atau tidak jika memutuskan sesuatu berdasarkan secuil informasi? Ayo, jangan emosional tetapi berpikir sehat. Anehnya lagi kan jika Ahok dinyatakan bebas tentu fata MUI akan tertolak demi hukum kan? Dan itu adalah fakta bahwa fatwa MUI bukan produk hukum positif di negara ini sehingga dia tidak bisa mengikat setiap orang untuk mematuhi fatwanya. Lha memang MUI itu siapa sih?
Baca juga: Rizieq Shihab dan Kebodohan Atas Nama Agama, Tak Heran Dengan Mudahnya Bilang Ketuhanan Soekarno Ada di Pant*t
Sekumpulan orang yang oleh kalangan awam disebut ulama namun tiada kejantanan untuk mengakui atau membuka isi lemarinya. Tentu menjadikan sebab keraguan, apakah mereka ini benar-benar bisa dipercaya secara moral? Artinya karena tidak ada kejujuran untuk bersedia diperiksa oleh auditor independen tentu saja saya menyangsikan kejujuran mereka yang ada di lembaga swadaya masyarakat yang bernama MUI. Sebagai wadah dari orang-orang yang disebut ulama, tidak sepantasnya mereka memiliki dua muka. Selain karena agama tidak mengijinkan bermuka dua, standar ganda hanya akan membawa dampak negatif bagi psikologi masyarakat awam.
Penutup
Sebaiknya dari sekarang dan selamanya, seorang anggota MUI itu berhenti untuk berkata dengan nada provokatif dan mengancam. seorang yang disebut ulama oleh orang lain seharusnya mempunyai standar tinggi dalam bertutur kata. Dan keutamaan lain bagi yang disebut ulama itu adalah mengutamakan kejujuran, mampu menyampaikan yang benar sekalipun pahit. Standar ganda hanya akan dijadikan alat untuk bertahan hidup bagi mereka yang berjiwa pengecut. Harapan saya ke depan adalah agar MUI benar-benar berdiri pada satu standar dan tidak berstandar ganda seperti sindiran pada gambar diatas. Kan aneh jadinya kalau orang yang dianggap ulama tapi dikatakan “ente bahlul” kecuali memang orangnya bahlul tapi kan masa ulama itu bahlul? kan mustahil toh?
Baca juga: Heran dengan Mereka yang Heran Atas Tuntuntan Ringan JPU Pada AHOK
Suatu saat bila ada yang bertanya, mengapa MUI selalu menolak untuk diperiksa laporan keuangannya? Saya berharap jawaban yang keluar itu bukan karena “audit atas MUI tidak ada landasan hukumnya”. Lebih repot lagi bila pertanyaannya cukup sederhana, apakah MUI bersedia diperiksa keuangannya? Ya atau tidak?
Oleh: RONI RISDIANTO, Seword.com
https://news.detik.com/berita/d-3378881/bendahara-jadi-tersangka-kpk-mui-kami-klarifikasi-ke-fahmi-darmawansyah
Entah apa yang menjadi alasan MUI untuk melakukan klarifikasi. Ada standar ganda yang dijalankan oleh MUI pada banyak kasus. Kasus laporan penistaan Nabi Muhammad SAW yang dilakukan Desmond J Mahesa, seorang kader Partai Gerindra yang juga anggota DPR RI hingga sekarang juga belum ada fatwa ataupun sikap keagamaan yang keluar. Dalam kasus yang menimpa Ahok, MUI bahkan terburu-buru bersikap. Gejala apakah yang menjangkiti MUI sekarang ini? Tentu sangat memprihatinkan bagi kalangan awam yang menempatkan ulama sebagai sosok tegas dan mengayomi tetapi MUI justru menunjukkan sikap kebanci-bancian. Contoh lain adalah kasus investasi bodong yaitu GTIS.
Baca juga: Terbongkar Rencana Jahat Rizieq Shihab Ceramah di Arab Saudi
Seperti yang dilansir dibawah ini :
Kasus investasi bodong PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) memasuki babak baru. Setelah Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menahan dan menetapkan Direktur GTIS Aziddin sebagai tersangka, nasabah GTIS kini mendesak kepolisian untuk menetapkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin dan Ketua MUI KH Amidhan Shaberah sebagai tersangka.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/12/090000126/Dua.Petinggi.MUI.Terseret.Investasi.Bodong.GTIS
Hingga kini tidak ada kejelasan tentang langkah hukum yang sedang atau mungkin sudah dihentikan.
Standar ganda lain yang dipertunjukkan MUI adalah apa yang dikatakan oleh Din Syamsuddin. Din Syamsuddin meminta Ahok untuk dihukum seadil-adilnya. Saya katakan pada Anda untuk berhenti berkata sesuatu yang bernada provokasi. Kasus Ahok sudah diproses secara hukum dan mengenai vonis yang dijatuhkan itu juga serahkan pada majelis hakim. Anda tak perlu bernafsu memaksakan kehendak. Saya ingatkan Anda untuk tidak mengintervensi hukum kecuali memang Din Syamsuddin ini telah kehilangan logika atau nalar sehat berpikir. Sehingga Din Syamsuddin dan orang-orang yang sealiran dengannya beranggapan bahwa hukum atau vonis untuk Ahok baru dikatakan ADIL bila sesuai dengan keinginan mereka.
Jika memang seperti itu yang diinginkan Din Syamsuddin yang juga merupakan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, lalu bagaimana nasib kasus investasi bodong GTIS? Tentu Anda tidak dapat cuci tangan begitu saja kan? MUI juga dinilai bertanggung jawab karena diduga menyimpan uang dari GTIS melalui Yayasan Dana Dakwah Pembangunan. Sebuah informasi menyatakan bahwa akta notaris pendirian GTIS juga tertulis MUI adalah salah satu pendiri GTIS lewat Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dengan kepemilikan saham sebesar 10 persen. Yayasan ini diketuai Amidhan.
Apakah Din Syamsuddin sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI tidak mengetahui kepemilikan saham itu?
Logika saya sempat tersesat untuk memahami nalar Din Syamsuddin yang mengancam akan ada pergerakan massa bila Ahok dinyatakan bebas. Karena apa? Begini, dari awal saksi yang memberatkan Ahok juga mereka sendiri yang membawa ke persidangan dan tidak ada satupun yang menjadi saksi fakta. Hampir semua berdasarkan hasil edit. Logikanya, sudah benar atau tidak jika memutuskan sesuatu berdasarkan secuil informasi? Ayo, jangan emosional tetapi berpikir sehat. Anehnya lagi kan jika Ahok dinyatakan bebas tentu fata MUI akan tertolak demi hukum kan? Dan itu adalah fakta bahwa fatwa MUI bukan produk hukum positif di negara ini sehingga dia tidak bisa mengikat setiap orang untuk mematuhi fatwanya. Lha memang MUI itu siapa sih?
Baca juga: Rizieq Shihab dan Kebodohan Atas Nama Agama, Tak Heran Dengan Mudahnya Bilang Ketuhanan Soekarno Ada di Pant*t
Penutup
Sebaiknya dari sekarang dan selamanya, seorang anggota MUI itu berhenti untuk berkata dengan nada provokatif dan mengancam. seorang yang disebut ulama oleh orang lain seharusnya mempunyai standar tinggi dalam bertutur kata. Dan keutamaan lain bagi yang disebut ulama itu adalah mengutamakan kejujuran, mampu menyampaikan yang benar sekalipun pahit. Standar ganda hanya akan dijadikan alat untuk bertahan hidup bagi mereka yang berjiwa pengecut. Harapan saya ke depan adalah agar MUI benar-benar berdiri pada satu standar dan tidak berstandar ganda seperti sindiran pada gambar diatas. Kan aneh jadinya kalau orang yang dianggap ulama tapi dikatakan “ente bahlul” kecuali memang orangnya bahlul tapi kan masa ulama itu bahlul? kan mustahil toh?
Baca juga: Heran dengan Mereka yang Heran Atas Tuntuntan Ringan JPU Pada AHOK
Suatu saat bila ada yang bertanya, mengapa MUI selalu menolak untuk diperiksa laporan keuangannya? Saya berharap jawaban yang keluar itu bukan karena “audit atas MUI tidak ada landasan hukumnya”. Lebih repot lagi bila pertanyaannya cukup sederhana, apakah MUI bersedia diperiksa keuangannya? Ya atau tidak?
Oleh: RONI RISDIANTO, Seword.com